Juli 16, 2009

Menanti Barokah


"Pernikahan" .Sesuatu yang sangat asing bagiku kala belum mengenal tarbiyah.Yang ada di benak lugu saat itu adalah dua orang yang saling cinta, akhirnya nikah.Thats all. Definisi yang sangat sederhana karena belum saatnya diri ini memikirkan jauh tentang ikatan suci saat itu. "Ah..masih jaaauuuuh, kuliah dulu, kerja dulu", pikirku dengan cueknya saat baru lulus SMA. Pertama kali dihadapkan dengan the real pernikahan saat tahun 2001. Terlibat langsung membantu seorang sahabat. Subhanallah..terbentuklah mindset tentang pernikahan itu.

Menikah.. jika dibayangkan begitu indah,penuh romansa dan bunga-bunga harapan.Kehidupan baru akan dimulai, berdua dengan seseorang yang (akan) dicintai sepenuh hati, membingkai ibadah dalam sebuah rumah tangga. Tapi dengan menikah jangan juga beranggapan bahwa semuanya indah nan membahagiakan. Lebih dari itu. Ada sebuah misi besar kehidupan yang harus dikejar.

Masa suci Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang sangat indah, mempunyai naluri ketertarikan kepada lawan jenis. Ibarat magnet, saling tarik menarik. Itulah fitrah-Nya

" Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diinginkan, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang"(QS Ali Imran : 14)

Sangat mulianya Islam, ALLAH memudahkan hamba-hambaNya untuk merealisasikan rasa fitrah itu. Dalam syariat suci yaitu pernikahan. Teringat kisah beberapa sahabat nabi yang beranggapan bahwa untuk menggapai kesucian diri dan pendekatan kepada ALLAH adalah dengan jalan membujang. Hal ini ditampik dengan keras oleh Rasullullah. Sa'ad bin Abi Waqash mengatakan " Rasulullah SAW menolak Utsman bin Mazh'un untuk melakukan tabattul (membujang). Seandainya beliau mengizinkan. niscaya kami akan berkebiri " (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam bukunya Pak Cah ( Ustdz Cahyadi Takariawan) tentang pernikahan. Beliau menuliskan bahwa pernikahan adalah akad untuk beribadah kepada ALLAH, akad untuk menegakkan syariat ALLAH, dan akad untuk membangun rumah tangga yang sakinah mawaddah,warahmah. Juga berarti akad untuk meniti hari-hari dalam kebersamaan, akad untuk saling melindungi, akad untuk saling memberikan rasa aman, saling menutupi aib, saling mempercayai. Ehm..Subhanallah... Apalagi jika di tujukan untuk menebarkan kebajikan, mencetak generasi berkualitas, dan membangun peradaban masa depan.

Sejenak teringat dengan perkataan seorang saudara, pernikahan bukan segala-galanya.Ia hanyalah wasilah untuk menegakkan izzul islam. Ingin kutambahkan bahwa pernikahan tidak semata-mata menyatukan dua orang, mengagungkan cinta yang berlandaskan perasaan. Tapi di dalamnya ada cinta yang harus lebih diagungkan yaitu pada Sang Pemilik Cinta.

Rasulullah pun telah menyebutkan bahwa pernikahan telah mengantarkan seseorang mencapai separuh agamanya
" Apabila seseorang melaksanakan pernikahan, berarti telah menyempurnakan separuh agamanya maka hendaklah ia menjaga separuh yang lain dengan bertakwa kepada ALLAH " (HR. Baihaqi dari Anas bin Malik)

Indahnya pernikahan jika di dalamnya nilai dakwah yang diutamakan hanya untuk menggapai ridho Ilahi. Kenapa harus ada nilai dakwah?? Yupz, karena kita seorang muslim, dimana nilai dakwah itu sudah menjadi atribut keislaman kita.

"Hai Nabi,sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan dan untuk menjadi dai (penyeru) kepada (agama) ALLAH dengan izin-Nya dan untuk menjadi cahaya yang menerangi " (QS. Al Ahzab : 45-46)

Berkaca lagi dengan kisah shahabiyah. Yaitu kisah Ummu Sulaim saat datang seorang pemuda yang melamarnya yaitu Abu Thalhah. Yang menjadi maharnya adalah keislaman Abu Thalhah. Inilah yang menyebabkan Ummu Sulaim menerima pinangan Abu Thalhah. Ummu Sulaim telah melakukan pilihan dakwah terbaik. Inilah pernikahan berkah dan membawa maslahat bagi dakwah. Sebagaimana pula pikiran yang terbesit di benak Sa'ad bin Rabi' Al-Anshari, saat ia menerima saudaranya seiman, Abdurrahman bin Auf. Sa'ad berkata, "Saya memiliki dua istri sedangkan engkau tidak memiliki istri. Pilihlah seorang diantara mereka yang engkau suka, sebutkan mana yang engkau pilih, akan saya ceraikan dia untuk engkau nikahi. Kalau iddahnya sudah selesai maka nikahilah dia" (HR. Bukhari). Tergambar betapa Sa'ad tidak memiliki maksud apapun kecuali memikirkan kondisi saudaranya seiman yang belum meiliki istri.

Keluarga dakwah menjadi impian setiap orang, begitupun saya tentunya.Keluarga yang menghidupkan malam harinya dengan munajat untuk memperoleh cinta Sang Khalik. Pada siang hari mereka menanam benih dan menebar cinta kepada semua orang yang ada di dalam dan di luar rumah, tiada pernah berhenti, tiada mengenal lelah. Semakin banyak orang yang mendapat cintanya. semakin berhasil nilai dakwahnya. Subhanallah, inilah keberkahan yang sesungguhnya.


Wallahu 'alam Bishowab
Sang penanti pintu suci..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar