September 11, 2010

Anugerah Ar Rahman

Percaya dan yakin sama ALLAH, Ia akan mengabulkan doa-doa hambaNya..
Nice story diambil dari  http://www.edakwah.com/

“Panggillah mereka (anak-anak angkat mu itu) dengan nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al Ahzab [33]:5)



 


Suatu saat di bulan Rajab beberapa tahun yang lalu, sepasang suami istri sedang berada di kota Nabi yang bercahaya, Madinatul Munawarrah selepas melakukan ibadah umroh. Rangkaian perjalanan umroh ini adalah sebuah perjalanan untuk memulai kehidupan baru mereka sebagai suami istri selepas melangsungkan pernikahan beberapa minggu sebelumnya. Menjalani hari-hari sembari membuat segala rencana masa depan di kota Nabi yang diberkahi adalah sebuah keindahan tersendiri. Terlebih dalam berencana untuk memiliki buah hati yang tunduk dalam ke-shaleh-an kepada Rabb semesta alam.

 
Sang suami berkata kepada istrinya, “Aku ingin memiliki 3 anak agar kelak jika kita meminta keputusan dengan mengandalkan suara anak-anak kita, tidak ada yang “draw” (baca: seri).” Sang istri tersenyum sembari berkata, ‘Terserah kepada Allah saja ingin memberi berapa.” Percakapan ini terjadi selepas sholat isya di halaman Masjid Nabawi yang terlihat sungguh indah dalam kilauan cahaya.

 
Saat menetap di kota Nabi, mereka bertemu dengan keluarga Arab-Yamman yang tinggal satu hotel dengan mereka. Keluarga Arab-Yamman itu memiliki 2 orang anak. Seorang perempuan yang masih bayi dan seorang anak laki-laki yang dalam taksiran berusia 5 tahun. Pertemuan itu selalu terjadi di saat –saat waktu makan pagi, siang maupun malam di coffee shop hotel tersebut.

 
Satu yang amat menarik hati bagi sang suami, anak lelaki kecil Arab-Yamman itu selalu cekatan membantu Ibunya. Sang Ibu dengan kesibukan mengurus adik perempuannya yang masih bayi, menjadikannya tumpuan untuk meminta pertolongan. Sang Ibu selalu meminta kepadanya untuk mengambilkan segala sesuatu yang berkaitan dengan peralatan makan. Terkadang si anak lelaki harus bolak-balik mengambil piring, gelas, sendok, garpu, serbet dan segala kebutuhan ibunya. Tak tampak wajah kesal ataupun bahasa tubuh menolak dari anak lelaki tersebut. Berbeda dengan ayah nya yang terlihat lebih tenang dan terkesan menjaga jarak dari melakukan semua itu.

 
Sang suami terus mencermati dan memperhatikan. Dalam hatinya ia berkata, “Sungguh mulia anak ini, selalu membantu ibunya di setiap kesempatan yang ada. Tak terlihat keterpaksaan dalam melakukannya. Ia selalu riang dan terkadang terdengar lantunan senandung dalam bahasa arab terlontar dari lisannya.” Rambutnya yang keriting dan kulit yang terkesan gelap tidak menghalanginya tersenyum setiap kali mereka berpapasan. Terlihat lesung pipit yang indah selalu menghiasi senyumannya. Badannya yang kurus dengan baju jubah arab yang putih menjadikannya terlihat lebih dewasa dari umur sebenarnya.


Sang suami berkata kepada istrinya, “Aku ingin punya anak laki-laki seperti dia!”

 
Sang istri tertawa sembari berkata, “Bagaimana kita bisa punya anak seperti itu, rambutnya keriting khas arab dan kulitnya yang terlihat gelap khas afrika?”

 
Sang suami menjawabnya, “Paling tidak memiliki sifat yang mulia seperti yang telah ia tunjukkan kepada ibunya.”

 
Tujuh Tahun Kemudian…

 
Suami istri tersebut telah memiliki dua anak perempuan kini. Yang pertama berusia 6 tahun dan yang kedua berusia 4 tahun. Mereka selalu berharap dapat memperoleh seorang anak lagi yang dapat memberi kelengkapan kebahagiaan bagi mereka dan kenyataan dari rencana yang telah mereka buat beberapa tahun yang lalu di kota Nabi. Sejak anak kedua mereka berusia dua tahun, mereka telah berusaha untuk memiliki anak kembali tapi rupanya Allah Azza wa Jalla belum memberi kesempatan kepada mereka. Lantunan doa selalu dipanjatkan, usaha terus dilakukan tapi belumlah semua itu membuahkan sebuah hasil .



Sementara itu di Sebuah Panti Asuhan di Jakarta…

 
Di sebuah bilik kecil di panti asuhan itu, seorang ibu yang tidak lagi muda menangis meratapi nasib yang sedang ia jalani. Sejak kepulangannya 6 bulan yang lalu dari Saudi Arabia, keadaannya semakin lemah disebabkan beban kandungannya. Usia kehamilannya hampir mencapai 38 minggu. Usianya yang saat ini mencapai 41 tahun bukanlah usia yang baik untuk mengandung dan melahirkan.



Ia harus kembali ke Indonesia setelah lebih dari 10 tahun bermukim di Saudi. Ia telah bersuamikan seorang laki-laki Arab-Yamman yang baik hati. Walaupun pekerjaan sang suami hanyalah seorang supir bis kota yang dikelola oleh pemerintah kota tempat mereka berdiam, mereka hidup dalam kebersahajaan dan kebahagiaan. Sampai akhirnya suatu hari, sebuah berita kecelakaan yang menyayat hatinya.

 
Sang suami kecelakaan dan meninggal di tempat kejadian. Sedang saat itu ia sedang mengandung dengan usia kehamilan 10 minggu. Ia limbung dan tidak tahu harus berbuat apa. Sebagian teman-temannya menyarankan agar ia kembali ke Indonesia untuk lebih memberi ketentraman kepada bathinnya yang sedang terguncang. Ia menurutinya.

 
Sesampainya di Jakarta, ia tidak langsung pulang ke kampung halamannya di sebuah desa kecil di Jawa Timur. Dengan bantuan seorang teman yang menjadi pengurus yayasan yatim piatu, ia menetap di panti tersebut dan bekerja sebagai juru masak panti yang menampung lebih dari 60 anak-anak yatim. Ia bahagia bisa membantu mereka.

 
Satu yang membuatnya selalu berpikir akan janin yang sedang dikandungnya adalah usianya yang tidak lagi cekatan untuk mengurus sang bayi kelak. Demikian juga penyakit yang ia derita sejak lebih dari 5 tahun yang lalu. Ia menderta penyakit jantung dan diabetes. Ditambah lagi usianya yang tidak lagi cukup produktif untuk dapat bekerja apa saja untuk menghidupi dirinya dan bayi yang akan ia lahirkan kelak.



Ia memutuskan untuk menyerahkan anaknya kelak kepada panti asuhan tersebut dengan harapan jika ada suami istri yang baik hati bisa mengadopsi anaknya agar didik dan diasuh dengan baik melebihi kesanggupannya. Ia sadar akan kemampuannya yang amat sangat terbatas secara fisik mapupun materi.

Hari-hari terakhir ini semakin berat ia jalani. Ia lebih banyak mengurung dirinya di bilik kecil tempatnya menumpang di panti tersebut. Selain dari beban kehamilannya, ada sebuah hal yang amat mengiris hatinya dan membuatnya menjadi pilu. Beberapa minggu yang lalu, datanglah sepasang suami istri yang sangat ingin mengadopsi janin yang dikandungnya. Mereka bersedia membayar segala hal menyangkut biaya persalinannya. Demikian juga segala biaya konsultasi dokter yang selalu harus dilakukan sang Ibu pada masa kehamilannya. Selama ini yayasan yatim piatu tempat ia berdiamlah yang menanggung semua biaya tersebut.

 
Awalnya sang ibu bahagia ada pasangan yang akan mengadopsi anaknya kelak, tapi tidak untuk waktu yang lama. Belakangan diketahui oleh pengurus yayasan ketika mengurus administrasi surat menyurat untuk proses pre adopsi bahwa pasangan suami istri tersebut berbeda agama. Sang suami berkeyakinan katholik dan istrinya memilih islam sebagai agama yang diyakininya.

 
Sejak mengetahui hal tersebut, pengurus yayasan memutuskan untuk membatalkan proses adopsi suami istri tersebut. Hal inilah yang memberatkan sang Ibu. Ia amat khawatir dirinya amat sangat membebani pengurus yayasan. Yayasan yatim tempatnya berdiam ini hanya sebuah yayasan kecil yang selalu menggantungkan hidupnya dari uluran tangan orang-orang yang mampu. Selama ini beban yayasan tersebut sudah cukup berat untuk menghidupi anak-anak yatim yang menjadi tanggungan mereka. Biaya konsultasi pengobatannya yang tidak murah dan harus bolak-balik ke dokter. Demikian juga proses kelahiran janinnya kelak yang harus melalui proses cesar. Dokter tidak mau mengambil resiko bagi janinnya karena usianya yang tidak lagi muda dan penyakit diabetes serta jantung yang ia derita.


3 Hari Setelah Kelahiran Sang Bayi….



 
“Kalaupun kami mampu untuk membantu, bukanlah karena kami tertarik untuk mengadopsi. Kami telah memiliki dua orang putri. Insya Allah bantuan kami dapat meringankan bagi sang Ibu dan juga yayasan”



10 Hari Setelah Kelahiran Sang Bayi…. Atas permintaan Ibu dari sang bayi, pengurus yayasan mengundang suami istri yang telah menanggung seluruh biaya persalinannya untuk datang ke panti asuhan. Sang Ibu ingin mengucapkan terima kasih dan meminta kepada pasangan tersebut untuk memberi sang bayi nama yang baik sebagai suatu penghormatan kepadanya.

Sang suami berkata, “Kami beri ia nama “Fazlur Rahman” yang berarti Anugerah dari Ar Rahman, Rabb Yang Maha Pemurah.”



60 Hari Setelah Kelahiran Sang Bayi… Hari yang amat istimewa bagi pasangan suami istri tersebut. Setelah melewati proses “sholat istikharah” dan "muhasabah" yang panjang, pasangan suami istri tersebut memutuskan untuk mengadopsinya sebagai anak angkat mereka. Satu yang tidak dapat terbantahkan adalah sejak pertemuan pertama mereka dengannya, guratan wajahnya selalu tidak pernah terlupakan dari benak mereka. Allah telah mengamanahkan sesuatu yang besar dan amat sangat berharga bagi mereka.

 
5 Tahun Kemudian….

Anak itu tumbuh besar dan bersahaja. Dengan kulit yang sedikit gelap. Rambutnya keriting, dengan lesung pipit yang menghiasi wajahnya dikala ia tersenyum. Sang suami teringat akan apa yang pernah mereka saksikan lebih dari 12 tahun yang lalu di kota Nabi, anak Arab-Yamman yang berbakti kepada ibunya….

Sang suami ingat akan doa dan harapannya yang pernah ia utarakan kepada istrinya saat itu. Ia berkata kepada istrinya, “Sesuatu yang tidak mungkin terjadi, dengan izin Allah dapat dengan mudah terjadi. Sungguh Allah Maha Berkehendak.”



Dan Rabb mu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku niscaya akan Kuperkenankan bagimu.Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS Al Mu’min [40]:60)


Telepon rumah itu berdering. Ibu muda itu bergegas mengangkatnya. Terdengar suara seorang pengurus yayasan yatim piatu membuka pembicaraan. Ia bertanya akan khabar dari keluarga tersebut yang selalu menjadi donatur tetapnya. Sang ibu menjawabnya dengan ramah. Pengurus yayasan mengutarakan maksudnya untuk memohon bantuan dana biaya persalinan seorang Ibu pekerja panti asuhan yang harus melahirkan dengan cesar dan bercerita tentang permasalahan adopsi yang selama ini timbul. Sang ibu menjanjikan untuk membicarakannya terlebih dahulu kepada suaminya dan berkata,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar