Desember 07, 2010

Jejak Perpisahan

Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam waktu Madinah. Lalu lalang ribuan jama'ah haji dari penjuru dunia mulai terlihat lengang di sekitar Masjid Nabawi.Menyisakan beberapa jama'ah yang begitu syahdu membaca al qur'an di sudut-sudut nabawi. Ataupun beberapa keluarga dengan anak-anak mereka yang berlarian di sekitar halaman masjid. Pemandangan ini yang paling sering terlihat seusai shalat isya. Di sudut lain tempatku duduk saat ini terlihat kerumunan jama'ah wanita menangis, dengan sembab di wajahnya. Mereka usai melakukan ziarah ke raudhoh, makam rasulullah SAW.



Mataku memandangi setiap penjuru masjid dari tempatku duduk, di pintu Utsman Bin Affan, sambil meminum segelas air zam zam yang dingin. Ah mestinya, aku tidak mengambil zam-zam dingin ini, terasa semakin bertambah dingin dengan cuaca Madinah yang saat itu 20 derajat celcius. 


Malam ini sengaja menghabiskan waktu di haram. Setelah pulang dinas pagi dan akhirnya menanti senja yang indah sambil menapak tilasi jejak-jejak ukhuwah yang pernah tertoreh di sini. Ditempatku duduk sekarang, aku masih merasakan jejaknya.Tempat ia biasa menantiku, kalau kami terpisah karena banyaknya jama'ah. Pintu Utsman bin Affan, ya di sini tempat kami biasa saling menunggu. Masih basah dalam ingatan waktu itu setelah pulang dari raudhoh ia berkata, "Kak nurul yallah sawi surah, ayo fotoin aku di nabawi".Aku hanya tersenyum dan menuruti pintanya. Ku coba membuka mobile phoneku, ternyata masih ada foto-fotonya yang belum sempat terhapus.


Disini, sejenak kupejamkan mata yang sembab. Mencoba merecall jejak ukhuwah terakhir kami. Saat senja  itu ia telah bersiap-siap untuk memenuhi panggilan Rabbnya menuju Mekkah, melaksanakan haji. Semua tas dan perlengkapannya siap. Termasuk kangkung tumis yang sempat kami buat bersama untuk bekal di perjalanan. Usai shalat magrib, akhirnya mobil jemputan datang ke sakan. Ia pun berpamitan denganku. Kutatap wajahnya yang sumringah dan kupeluk ia. Kukatakan kepadanya "take care, berdoa, berdzikir, semoga jadi haji mabrur ".Tak pernah terfikir olehku itu pamitan ia untuk selamanya. Tak terbanyangkan olehku itu pelukan terakhirku untuknya.


Kubuka kembali mataku, semakin membasahi wajahku yang tertutup niqab. Aku berusaha menarik nafas dan beristighfar. Ya ALLAH, aku rindu padanya. Jiwanya sudah engkau genggam, bersama para syuhada. Sungguh, jujur aku iri padanya. Ia mati syahid dalam keadaan ihram. Subhanallah, jannah untukmu sista. Kuyakin dirimu lega luar biasa, akhirnya engkau tersenyum tanpa keluhan lagi ada di dunia yang fana ini.


Aku terdiam dalam lamunanku. Teman-teman sudah memanggil. Ternyata jam sudah menunjukkan jam 10 malam. Semakin larut, semakin dingin cuacanya. Rasanya tidak ingin beranjak dari tempat ini. Ingin menghabiskan malam di masjid ini. Namun harus segera pulang karena bus dari sakan sudah menjemput. Aku berjalan menuju gerbang utama masjid nabawi, menuju sebuah jam  yang terletak di tengah-tengah halaman luar masjid. Sudah mulai sepi, hanya terdengar suara murottal dari sebuah toko kaset. Sejenak kupandangi langit malam itu, terpikir tentang episode perpisahan yang telah menjadi takdirku. Sepertinya ia selalu melekat dalam diriku. Beberapa kali merasakan harus berpisah dengan yang terkasih. Subhanallah, qadarallah. Tidak ada yang pernah tahu. Bahkan detik ini pun aku tidak tahu apa yang akan terjadi sebentar lagi. 


Episode perpisahan selalu menyisakan kesedihan. Betapa tidak mudahnya menanam benih-benih ukhuwah. Merawat dan menjaga. Hingga akhirnya ALLAH menghendaki yang terbaik diantara kita. Lagi-lagi, begini hidup mengajarkan. Bahwa akan selalu ada awal dan akhir. Ini hanya episode di dunia yang menghiasi hidupku. Setiap saat jiwa harus siap dengan indahnya lompatan takdir itu, detik ke detik. Dari satu takdir ke takdir yang lain. Kembali bulir ini jatuh, sungguh Ya ALLAH ternyata hamba tidak siap dengan kata perpisahan. ALLAH, kuatkan hamba..kuatkan hamba...


Benar, ALLAH mencintaiku. ALLAH sayang padaku. Kembali dihadapkan dengan takdir perpisahan. Tidak ada yang harus aku tuntut dari segala kehendakNYA. Mencoba mengikuti skenarioNya Yang Maha Dahsyat. Ada kekhawatiran, namun kuselipkan munajatku kepadaNYA agar aku bertambah yakin bahwa dengan doa ia bisa merubah takdir. Tangisan malam ini hanya sekedar melegakan hati, mengikuti maunya jiwa. Cukup malam ini, besok berharap hanya ada ketegaran. Harus kuat !!! Bersabar lagi ukhty !! Gumamku dalam hati, menguatkan diri sendiri.


Akhirnya, terlewatilah malam ini di tengah hembusan angin Madinah yang sangat menusuk.


 "Bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami" (QS At thuur :48)


Kesabaran dan keyakinan itu yang membuatku bertahan, bahwa Rabbku telah menjanjikan yang teeeeeerrrrrbaik untuk hamba-hambanya..




Madinah Al Munawwarah, 1 Muharram 1432 H
Hayooo,,bersabar lagi dan siap-siap untuk takdir hari esok.. Bismillah..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar