Maret 28, 2011

Peristiwa Subuh (Sebuah Sajak Terakhir)

Sejenak, kutelisik subuh itu. Saat diam-diam kau mengintip langit dari sekat kamar bersejarahmu. Langit Madinah masih gelap, dengan setianya engkau menunggu dari tabir batu yang telah kau buka. Hanya untuk mengucapkan salam pada pagi.

Seperti biasa cakrawala di kota ini sangat indah. Sangat cantik, tambahku yang meneropong langit dari sekat-sekat dinding kamarku. Sejak subuh itu, kita selalu membersamai fajar dari ufuk hingga meninggi.


Hari ini, ada teh susu, telur, dan roti, katamu. Ehm,,Hari ini ada teh susu hangat dan roti saja, tambahku juga. Beginilah kehidupan sang perantau, senyumku terurai. eh,tunggu Sejak kapan kau tertarik pada teh susu?Seingatku hanya susu putih tanpa campuran, begitu katamu dahulu saat ku recall kembali memori otakku.

Begitulah kita, menembusi pagi hingga menyisakan semangat dan yakin untuk menuntaskan jarak yang tersisa. Sebagaimana tersimpulnya munajat munajat yang kau antarkan ke langit tinggi.

Dan anginpun menghembuskan awan-awan agar ia berarak dengan cepatnya.Bergemul dengan gelapnya hingga tanah yang kita pijak telah basah. Disini saja, aku berhenti. kataku. Sejenak saja menatap langit, meski ku yakin ia tak mampu memberikan penjelasan.

Dalam rintik hujan itu, ada langkah yang harus terayun,meninggalkan cerita yang selalu teringati sampai akhirnya kelabu hilang dan senja pun datang menghampiri aku atau kau


Hanya sebuah ingatan di sakan bersama roommate
Rindu kamar bersejarahku di Madinah..
Aku kan kembali segera, untuk menuntaskan yang tersisa

*Sajak atau puisi terakhir insyaALLAH..finally .....
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar