Pagi-pagi, usai shalat Shubuh dan berbenah, seperti biasa, acara rutin sebagian ibu-ibu adalah belanja. Demikian pula aku. Udara masih dingin kala itu. Kuturuni tangga kontrakanku. Kujumpai sebagian ibu-ibu berjalan menuju titik yang sama : tempat belanja ! Tanah kapling di bawah kontrakanku masih banyak yang belum dibangun. Aku berjalan tepat di samping rumah Ustadz Hidayat Nurwahid, presiden Partai Keadilan (kini, Partai Keadilan Sejahtera). Di belakang rumah beliau, rumput masih banyak tumbuh dan tanah sedikit berair menyisakan tanda-tanda rawa yang masih belum sepenuhnya teruruk.
Aku terus berjalan. Naik beberapa tangga, melalui pintu gerbang SDIT Iqro' Pondok Gede yang sudah terkuak, rumah Ustadz Rahmat Abdullah yang asri dan sederhana kulewati. Rumah itu tiap dua hari sepekan kusambangi sebab di situlah aku belajar tahsin pada istri beliau. Aku terus berjalan melalui beberapa rumah para aktivis dakwah hingga akhirnya sampai ke tempat belanjaan.
Belum selesai aku memilih-milih, tiba-tibah muncul laki-laki yang di lingkungan kami sangat dikenal dan tidak asing. Beliau bersama putranya. Kemunculannya sungguh tak diduga. Kami para ibu pun mempersilahkan beliau untuk mendapat pelayanan terlebih dahulu. Beliaulah satu-satunya laki-laki saat itu. Aku memperhatikannya. Subhanallah tak ada kecanggungan.
Sesampai di rumah, kuceritakan apa yang kulihat pada suamiku dengan penuh kekaguman.
" Ya, begitulah yang terjadi dalam keluarga beliau. Saling membantu antara suami istri tanpa dibatasi oleh pemisahan pekerjaan yang kaku ", komentar suamiku yang berinteraksi dengan beliau cukup intensif.
Esoknya, aku mengikuti rutinitas yang sama : belanja. Di jalan, aku berpapasan dengan laki-laki itu kembali bersama putranya.
" Belanja, Ustadz?" Aku sengaja menyapanya
" Iya, istri lagi sakit perut dan khadimah pulang ", jawab beliau sambil tersenyum
Aku mengangguk-angguk. Subhanallah..
Laki-laki yang saya jumpai itu, yang belanja di tukang sayur itu, adalah Ustadz Ahmad Heriawan, Lc. Beliau adalah ketua Partai Keadilan DKI Jakarta dan anggota DPRD DKI Jakarta. Aku tidak akan terheran-heran jika beliau belanja bersama istri dan anak-anaknya di supermarket yang bagi keluarga muda atau zaman sekarang merupakan hal biasa. Tetapi, ini harus berbelanja dan ikut antri dengan para ibu rumah tangga ?
Lagi-lagi, dengan takjub, saya menceritakan apa yang saya liat kepada suami saya.
" Ustadz Heriawan memang demikian, de'. Sebagai muridnya, saya merasakan kedektan. Ketika shalat jamaah di masjid misalnya beliau kadang-kadang secra tiba-tiba merangkul saya dari belakang. Saya juga beruntung mempunyai jadwal ronda dengan beliau. "
Ya, Suami saya memang beruntung mendapat jadwal ronda bersama Ustadz Ahmad Heriawan dan Ustadz Satori Ismail, sehingga pembicaraan kala ronda adalah pembicaraan-pembicaraan yang bermutu.
Ah saya jadi mengkhayal. Seadainya negeir ini dipimpin oleh orang-orang yang berakhlak mulia, yang mempunyai keharmonisan keluarga, yang dekat dengan anak dan istrinya, yang mempunyai hubungan baik dengan para tetangga, yang memuliakan wanita dan kaum papa, betapa indahnya dunia.
Saya jadi teringat cerita dari istri beliau...
" Abinya Khobab (Ustadz Ahmad Heriawan) sangat suka sayur lodeh nangka. Suatu saat, beliau meminta saya untuk memasaknya. Begitu tahu bahwa ternyata membuat sayur lodeh nagka itu membutuhkan proses yang begitu lama, beliau pun berkata, " Sudah Ummi, sekali ini saja. Kalau tahu bahwa prosesnya begini lama, Abi tak akan meminta dibuatkan. Dari pada waktu demikian panjang hanya habis untuk bikin sayur, mending buat baca atau untuk mengerjakan yang lain."
Nampaknya sangat sederhana, namun saya melihat ada satu hal yang luar biasa tersirat dalam ungkapan itu : pemberian peluang yang luas bagi berkembangnya istri.
Saya memang harus banyak belajar dari keluarga pimpinan saya yang sempat menjadi tetangga saya itu. Hal lain misalnya, jika orang-orang terkenal memberikan tarif dalam ceramah-cermahnya, beliau malah pernah menolak ceramah dnegan bayaran cukup lumayan karena harus terikat dengan pola yang diterapkan penyelenggara. Maka jangan heran, jika kita mengundang beliau dan memberikan " amplop " dengan mengatakan uang transport, maka seluruh uang yang ada di amplop itu akan beliau gunakan untuk membayar jasa transportasi dan tak meyisakan untuk kantong sendiri.
Subhanallah sebuah kisah nyata, bukan kisah di negeri dongeng. Cerita yang dikisahkan M. Muttaqwiati ini menjadi bahan renungan untuk kita. Sejatinya para pemimpin negeri ini mempunyai akhlak yang baik, yang menjadi teladan bagi para warganya. Teringat kisah Ammar bin Yassir ketika menjabat menjadi Gubernur. Beliau terbiasa belanja di pasar dan mengikat serta memanggul sayuran sendiri. Ataupun kisah Khalifah Umar Bin Abdul Aziz. Sebelum menjadi khalifah, ia termasuk orang yang sangat terhormat, dan paling indah dalam berpakaian. Setelah menjabat sebagai khalifah, maka pakaiannya, surbannya, sepatunya dan selendangnya semua dilelang. Tak ada yang tersisa. Ia mewarisi kepribadian kakeknya Umar bin Khattab, ra. Berlaku adil terhadap warganya. Semua orang dapat hidup dengan berkecukupan, sehingga tak satupun ditemukan orang yang berhak menerima zakat..Subhanallah,Negeri ini sungguh merindukan pemimpin seperti itu.
Kini, Ustadz Ahmad Heriawan,Lc mengemban amanah yang sangat berat begitupun tanggung jawab akhirnya kelak. Beliau diamanahi sebagai Gubernur Jawa Barat. Semoga ALLAH SWT memudahkan langkah-langkah beliau menapaki jalan dakwah ini.
Ah, itukah celupan ALLAH ? Sebuah generasi yang dijanjikan oleh ALLAH dalam surah
Al Maidah : 54
" Wahai orang-orang beriman ! Barang siapa di antara kamu yang murtad (keluar) dari agamanya, kelak ALLAH akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintaiNYA, dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan ALLAH, dan tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia ALLAH yang diberikanNYA kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan ALLAH Maha Luas (pemberianNYA), Maha Mengetahui "
Tidak ada komentar:
Posting Komentar